4. Sidak PT IVG hasilnya sudah tiga kali masuk pabrik, janji audit, tapi laporan audit tak pernah diumumkan.
5. Pungli ‘sesajen pabrik’ Rp 10–15 juta hasilnya aduan pekerja hanya berakhir sebagai isu hangat, tanpa penyelesaian.
Aktivis Sosial Politik Purwakarta, Bagas Pujo Dewadi, menilai pola sidak Abang Ijo Hapidin tidak jauh berbeda dengan Noel, meski belum menyentuh praktik korupsi uang.
“Kalau Noel menjadikan sidak sebagai mesin uang, Abang Ijo menjadikannya mesin panggung. Sama-sama tipu rakyat. Satu merampas uang, satu merampas harapan. Dan keduanya sama busuknya,” kata Bagas kepada wartawan Halloberitaonline.com, Sabtu (23/8/2025).
Baca Juga:Disdik Kota Bandung Jaring Aspirasi untuk Kebijakan Pendidikan Tahun 2026 melalui Forum Konsultasi Publik
Menurutnya, rakyat kini sudah lelah dengan tontonan sidak yang selalu ramai di awal namun senyap di ujung.
“Rakyat nggak butuh pejabat marah-marah di pabrik. Yang rakyat butuhkan itu solusi, bukan konten Instagram,” tegas Bagas.
Bagas juga menyoroti kasus buruh Randu Lawang yang tak digaji selama lima bulan. Menurutnya, kasus ini menjadi simbol bagaimana sidak hanya jadi panggung sesaat tanpa kejelasan hasil.
“Buruh sudah lima bulan nggak digaji, datanglah sidak, keluar janji, lalu ditinggalkan. Itu sama saja mempermainkan perut rakyat. Itu pengkhianatan,” ujarnya.
Lebih jauh, Bagas menilai sidak Abang Ijo tidak bisa lagi disebut sebagai bentuk pengawasan. Ia menyebut gaya itu sebagai sandiwara politik yang dipertontonkan untuk publik.
Baca Juga:Kapolres Purwakarta Ikuti Riung Mungpulung Bersama Veteran dan Purnawirawan TNI-Polri
“Sidak-sidak itu bukan untuk rakyat, tapi untuk kamera. Rakyat dipaksa jadi penonton. Jangan sampai Purwakarta punya Noel versi lokal, karena polanya mirip: gaduh di awal, kosong di akhir,” katanya.
Bagas bahkan menyamakan sidak tanpa tindak lanjut dengan bentuk lain dari korupsi. “Sidak tanpa hasil adalah korupsi moral. Korupsi terhadap kepercayaan rakyat. Dan itu lebih jahat, karena uang bisa dicari, tapi kepercayaan yang rusak tak akan pernah kembali,” ujarnya.
Kasus Noel seharusnya menjadi alarm bagi daerah, termasuk Purwakarta. Jika pejabat pusat bisa menjadikan sidak sebagai ladang pemerasan, maka bukan tidak mungkin pola serupa bisa berkembang di daerah.
Memang sejauh ini, sidak Abang Ijo Hapidin belum terbukti menghasilkan uang kotor. Namun faktanya, tak ada satu pun sidaknya yang berujung penyelesaian nyata. Dan itu, menurut Bagas, cukup untuk menunjukkan bahwa ada yang salah dengan cara berpolitik dan memimpin.
Baca Juga:Danramil 1203/Kawalu Berikan Materi di Kegiatan Permata Gelaran SMAN 10 Tasikmalaya
Rakyat Purwakarta kini hanya butuh satu hal yaitu kepastian dan hasil. Bukan janji, bukan drama, bukan panggung pencitraan.
“Kalau sidak hanya berakhir jadi drama murahan, maka Purwakarta ini dipimpin oleh aktor, bukan pemimpin,” pungkas Bagas.
Dan jika pola ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Purwakarta kelak melahirkan Noel-Noel baru ialah pejabat yang ramai di kamera, tapi sunyi dalam kerja nyata.